Berpegang pada Janji

Pernikahan, Janji, Cincin
Ilustrasi Gambar

K
u eja namamu dalam rindu, ternyata ia tak utuh. Sesekali aku mencoba menghapusnya, ia malah datang tanpa diundang. Dirimu.. lagi-lagi aku tak berdaya pada cahaya matamu. Cahaya yang menyilaukanku sekaligus menggelapkan pandanganku pada selainmu.


Karena jarak, aku tak bisa manatap wajahmu secara langsung. Aku tak menghukum dirimu bersalah karena tak mampu menampakkan parasmu di hadapanku. Manamungkin aku menjadikan dirimu terdakwa, sementara aku sendiri tertawan olehmu. Aku juga tak menyalahkan jarak, karena jarak hanyalah dimensi lain yang belum terpahami.

"Hari itu aku ingin menemuimu"
"Apakah kau tak sibuk?" Tanyaku.

Kau tiba-tiba menyodorkan waktu yang lain. "Mungkin kau sangat sibuk dengan berbagai pekerjaanmu," gumamku. Ah.. biarlah ku cari waktu yang lain. Asal bisa bertemu denganmu tak jadi soal. Janji yang telah aku ucap. "Ibarat badik* yang telah keluar dari sarungnya," maka pantang masuk kembali ke sarungnya sebelum mendapat keinginannya.

Aku telah mendapat waktu yang tepat untuk bertemu denganmu. Dan kau pun mengiyakannya. "Aku akan berangkat pada tanggal itu ya," kataku. "Iya," jawabmu singkat.

Kadang aku tak mengerti dengan jawabanmu yang amat singkat. Padahal, kau yang dulunya menuntutku untuk menjawab setiap pertanyaanmu dengan panjang lebar. Kalau pertanyaanmu tak kujawab dengan balasan yang panjang, kau akan marah dan tersinggung. Sekarang, "tidak kah kau merasa akan hal yang sama?".

"Ahh... biarlah, bukankah cinta memang terkadang demikian!".
Yang pasti aku berpegang pada janji, sebuah janji untuk menemuimu.
Walau, mungkin kau setengah hati mau bertemuku.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel